Rabu, 12 September 2012

BANGKITKAN KEMBALI PERMAINAN TRADISIONAL

“Berkembangnya teknologi dan modernisasi tanpa distorsi membuat seluruh efek globalisasi menggerus masyarakat indonesia, baik efek positif maupun efek negatif. Semua efek tersebut mempengaruhi segenap bidang. Muktahirnya sistem IT ( informasi teknologi ) menjadi faktor paling efesien dalam kemajuan masyarakat. Namun tak dapat di pungkiri kemajuan IT pun membawa dampak negatif dan salah satunya adalah makin tersingkirnya permainan tradisional” ujar Bpk. Ujang Dede Sutisna, salah satu tokoh masyarakat tasik utara dan juga pemerhati budaya sunda, kepada  dalam sebuah kesempatan di sela-sela aktifitas beliau membuat permainan tradisional.

Tampak berjejer beberapa permainan tradisional sunda di rumah bpk. Ujang Dede sutisna yang juga biasa di panggil “Bah Iket” yang beliau buat sendiri seperti layang-layang, gasing, engrang, lodong, bebedilan, karinding dan lain sebagainya. Di temani rekan beliau kang budi dan kang yayat, sesekali beliau membuat beberapa permainan tradisional dan membagikan kepada anak-anak sekitar dengan tujuan mensosialisasikan permainan tradisional dan menumbuhkan kecintaan kepada anak-anak budaya sunda.

“ kini anak-anak mulai enggan memainkan permainan tradisional. Bahkan sebagian tidak lagi mengenal permainan tradisional. Anak-anak mulai berpaling pada permainan modern dan game player yang praktis, mudah diperoleh dan hanya di lakukan oleh satu orang anak. Secara tidak langsung permainan modern dan game player mengajarkan anak untuk bersikap individualis, hedonis dan materialis” kata bapak 3 anak yang aktif di beberapa ormas tersebut.

“permainan tradisional lebih dari sekedar permainan anak-anak. Didalamnya terbapat berbagai manfaat yang berguna untuk mengembangkan potensi anak di antaranya mengembangkan kecerdasan intelektual, mengembangkan kecerdasan emosional dan mengembangkan daya kreatifitas” lanjut beliau

Permainan tradisional mengajak anak-anak untuk belajar mengembangkan ide kreatif, belajar berusaha dalam mendapatkan sesuatu serta mengajarkan anak-anak memanfaatkan bahan-bahan di sekitar mereka. Masih banyak manfaat permainan tradisional lainnya, seperti permainan bebentengan yang di lakukan secara beregu. Permainan tersebut berupa permainan saling mempertahankan wilayah sendiri dan berusaha merebut wilayah musuh. Permainan bebentengan mengajarkan kepada anak-anak cara saling bekerja sama, mempertahankan teritori dengan trik-trik, saling bahu membahu menjalankan strategi, saling mengatur, saling memahami satu sama lain serta mengajarkan kepada anak-anak sifat-sifat kepemimpinan.

 Kita juga mengenal layang-layang, seorang anak yang membuat layang-layang secara tidak langsung mengembangkan rasionalnya. Karena untuk membuat layang-layang tersebut seimbang seorang anak harus menggunakan rasio dan intuisinya dalam menyerut buluh sehingga layang-layang mudah di terbangkan dan di mainkan. Atau permainan gagarudaan  yang mengajak anak-anak mengolah memori, merangsang saraf motorik untuk mengingat kosakata bahasa. Ada pula permainan mobil-mobilan dari kulit jeruk atau sabut kelapa yang mengajarkan anak-anak untuk memanfaatkan bahan-bahan di sekitar mereka, berhemat, serta mengolah kreatifitas. Masih banyak lagi permainan tradisional lainnya dengan sejuta manfaat yang bisa di mainkan. Namun sayang, maraknya game player dan permainan modern yang praktis yang kini makin di gemari anak-anak membuat permainan tradisional kian tersingkir.

“ permainan tradisional bukan sekedar permainan yang bertujuan menghibur anak-anak, tapi juga bersifat mendidik serta berfungsi membantu anak-anak dalam membentuk karakter. Selain itu permainan tradisional menanamkan rasa nasionalisme dan patriotik. Saya rasa bukan hal yang berlebihan jika permainan tradisional di masukan sebagai muatan lokal di sekolah dasar.dalam rangka menanamkan kecintaan terhadap budaya bangsa yang mulai pudar serta membentuk kepribadian yang idealis dan nasionalis sejak dini. Karena sekolah dasar adalah tahap awal pendidikan anak dan pembentukan karakter seorang anak kelak. Agar permainan yang asli warisan leluhur tersebut tidak di lupakan begitu saja. Selain itu dengan mengenalkan permainan tradisional kepada anak-anak adalah tahapan awal untuk menumbuhkan spirit dalam diri anak-anak untuk mencintai dan mengenal budaya bangsa” seru Bpk.Ujang Dede Sutisna di akhir pertemuannya dengan.

Selasa, 11 September 2012

INTENSIFIKASI PUPUK ORGANIK OLEH GAPOKTAN SALUYU TINGKATKAN PRODUKTIFITAS PADI



Pembangunan pertanian yang terencana dan terarah yang sejak Pelita pertama tahun 1969, telah berhasil mengeluarkan Indonesia dari pengimpor beras terbesar dunia menjadi negara yang mampu berswasembada beras pada tahun 1984. Bahkan Indonesia di nobatkan sebagai Negara agraris, yaitu sebagai Negara penghasil padi. Namun di balik keberhasilan tersebut, akhir-akhir ini muncul gejala yang mengisyaratkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pupuk. Terutama pupuk kimia yang sebagian besar mangandung unsur N (nitrogen) dan K (kalium).

Seperti yang kita ketahui, dalam tiga dasawarsa terakhir ini petani Indonesia ketergantungan terhadap pupuk kimia. Intensifikasi pupuk kimia mengakibatkan kejenuhan produksi pada daerah-daerah penghasil padi. Selain dapat mengakibatkan pemborosan, Juga dapat menurunkan efesiensi pupuk lainnya.

Penggunaan pupuk kimia dan pemberian nitrogen berlebih dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Diantaranya dapat meningkatkan gangguan hama dan penyakit akibat nutrisi yang tidak berimbang. Penggunaan pupuk kimia yang berlebih, khususnya pupuk yang mengandung unsur kimia yang mudah larut seperti nitrogen (N) dan kalium (K), dapat berakibat mencemarkan tanah dan air. Karena itu perlu adanya upaya perbaikan agar penggunaan pupuk dapat dilakukan seefisien mungkin dan ramah lingkungan.

Latar belakang ramah lingkungan itulah yang mendorong para bioteknologi dalam menemukan pupuk organik yang mampu meningkatkan efesiensi pupuk kimia. Selain itu efesiensi pupuk organik memberikan prospek yang cerah bagi konsumen, produsen serta perekonomian nasional. Dan tentunya ramah lingkungan.

Peningkatan produktifitas padi dengan intensifikasi pupuk organik, rupanya menarik perhatian sebagian petani yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) SALUYU, yang berdomisili di desa tanjungsari, kecamatan sukaresik, kabupaten tasikmalaya. 

Di bawah pimpinan Ibu Siti Rohmat, Gapoktan Saluyu yang terdiri dari 161 kelompok tani (POKTAN), selama beberapa tahun terakhir ini berupaya mengefesiensikan penggunakan pupuk organic dalam rangka peningkatan produktifitas padi.

Sehingga areal persawahan milik GAPOKTAN SALUYU seluas 112 hektar mampu menghasilkan padi sebanyak 784 ton dalam sekali panen. Setelah sebelumnya mengintensifkan penggunaan pupuk organik dan tentunya selektif dalam menggunakan bibit varietas unggulan.

Sehingga dapat dikalkulasikan dalam 1 hektar areal persawahan mampu memproduksi 7 ton padi. Suatu kenaikan yang signifikan mengingat pada umumnya dalam 1 hektar areal  persawahan hanya mampu memproduksi maksimal 5,6 ton padi, bila saja menggunakan pupuk kimia.

Efesiensi penggunaan pupuk organik dan bibit varietas unggulan selain meningkatkan produktifitas, juga mampu meningkatkan kualitas produk. Ini tentunya sangat menguntungkan bagi GAPOKTAN SALUYU, karena produk mereka mampu menembus pasaran nasional bahkan pasar internasional, setelah sebelumnya di tampung oleh koperasi kabupaten bernama KUD SIMPATIK, untuk kemudian di pasokan di dalam daerah dan luar daerah seperti; bandung,Jakarta, jawa tengah dan jawa timur, juga mampu di impor ke berbagai Negara seperti; amerika, Vietnam, kamboja dan Bangladesh.

Inilah yang kemudian menarik perhatian menteri pertanian sehingga beliau mengutus beberapa wakilnya untuk melakukan temuwicara dan dialog dengan seluruh anggota GAPOKTAN SALUYU, pada hari senin, 5 april 2010 lalu. dan tentunya di hadiri pula para pejabat kabupaten dan pejabat daerah setempat.

Selain itu meningkatnya produktifitas padi GAPOKTAN SALUYU menarik investor asing untuk menginvestasikan dananya dalam rangka uji coba penanaman padi beras merah dan beras hitam. Dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi GAPOKTAN SALUYU.

“tak jarang kami memanfaatkan kotoran sapi dan kotoran hewan lainnya sebagai pupuk disamping pupuk organik kemasan” kata Ibu Siti Rohmat, ketua GAPOKTAN SALUYU.

Di samping wawasan yang luas dan kemandirian, dibutuhkan kreatifitas yang tinggi demi kemajuan.  Setidaknya ini dapat menjadi contoh bagi petani lainnya untuk mengintensifikasikan pupuk organik agar produktifitas padi mereka optimal, selain turut menjaga kelestarian lingkungan. 

 

 

(ali nurdin/jono R)

KADIPATEN BERSATU UNTUK MAJU


 
Tut wuri handayani, Ing madya mangun karso, ing ngarso suntulodo” begitulah tiga sifat kepemimpinan warisan Ki Hajar Dewantara. TUT WURI HANDAYANI adalah sikap seorang pemimpin sebagai motorik atau penggerak orang-orang yang di pimpinnya, sang pemimpin bersifat membina membimbing dan mengajarkan pada bawahannya serta mendorong motivasi pada bawahannya untuk mencapai tujuan bersama. ING MADYA MANGUN KARSO berarti seorang pemimpin menjadi titik central dan bersikap kooperatif bersama bawahannya turut aktif berperan serta membangun karya. Sementara ING NGARSO SUN TULODO adalah sikap seorang pemimpin yang membangkitkan motivasi bawahannya dengan menampilkan dan mencerminkan sikap-sikap teladan bagi bawahannya.

Tiga prinsip itulah yang mengilhami Bpk. Dadang Rachmat AF Selaku Kades Kadipaten dalam memimpin dan mengembangkan desa kadipaten kec. Kadipaten kab. Tasikmalaya dalam mencapai visi desa “ dengan religius islami kadipaten bersatu untuk maju” dan misi desa “meningkatkan kebersamaan dan silahturahmi yang berkesinambungan, meningkatkan SDM yang baik, berkualitas dan berakhlak karimah, meningkatkan disiplin kerja aparatur pemerintah desa, meningkatkan pelayanan yang baik kepada masyarakat guna mencapai pelayanan prima, meningkatkan penataan pembangunan infrastruktur dan non infra struktur, menggali sumber daya alam (SDA) untuk meningkatkan ekonomi desa dan kesejahteraan masyarakat”.

Jauh sebelum masa kepemimpinan Kades Dadang R AF, desa yang di wilayah utara kab. Tasikmalaya dan merupakan perbatasan antara kab. Tasikmalaya dengan kab. Garut tersebut kurang dapat mencapai kesejahteraan dan dapat di kategorikan dalam desa tertinggal. Hal ini di akibatkan oleh beberapa faktor diantaranya; geografis desa yang merupakan pegunungan dan terletak jauh dari pusat kab. Hingga kurang mendapatkan perhatian, rendahnya tingkat sumber daya manusia (SDM), rusaknya sarana dan prasarana infrastruktur, pasifnya masyarakat dan aparatur pemerintahan setempat, awamnya masyarakat akan tingkat pendidikan akibat kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai serta terbatasnya anggaran yang di terima untuk mendukung kelancaran pembangunan.

Namun perlahan perubahan terjadi, terutama tatkala Kades Dadang Rachmat AF mulai membimbing dan membina desa yang sebagian besar potensi mayarakatnya adalah petani. Bersama tim kerja nya (Staff desa kadipaten) sedikit demi sedikit beliau mulai membenahi dan meningkatkan kualitas desa kadipaten.

“saya tidak pernah merenungi sebuah kekurangan sebagai keterbatasan. Tapi saya lebih berusaha mendalami dan mengenali kekurangan serta memanfaatkan kekurangan sebagai titik awal langkah menuju kesejahteraan. Dan untuk mencapai hal tersebut saya butuh tim yang solid dan kerjasama tim yang baik dalam mencapai kesejahteraan . kodrat manusia sebagai mahluk sosial membuat kita tak mungkin melakukan segala hal sendiri “ Ujar Kades Dadang R AF

“di balik kekurangan saya melihat banyak potensi dari desa kadipaten yang bila kita kembangkan dengan sungguh-sungguh mampu mendukung kemakmuran masyarakat desanya sendiri. Saya sangat memperhatikan bahwasanya tersedia potensi alam yang besar yang belum tergali menjadi peluang emas untuk kita kembangkan. Selain itu keyakinan beragama masyarakat desa kadipaten yang 100% islam mendatangkan nilai-nilai yang mampu memberikan inspirasi penggerak pembangunan seperti; kepedulian sosial, sikap kooperatif mudah terbentuk, mudahnya menegakan kedisiplinan serta nilai-nilai lainnya.  Kondisi masyarakat yang kondusif mampu menciptakan keamanan lingkungan dan kesiapan masyarakat untuk mendukung kelancaran pembangunan” lanjut beliau

“ dan hal pertama yang saya lakukan adalah membimbing para staff agar bersikap kooperatif. Mau bekerjasama dan menumbuhkan nilai-nilai yang mendukung keikhlasan dalam melaksanakan pelayanan masyarakat sebagai tanda pengabdian agar tercipta harmonisasi yang sinergis antara masyarakat dan aparatur desa  . selama ini saya tidak pernah merasa menjadi pemimpin desa Kadipaten, bagi saya desa kadipaten adalah satu kesatuan keluarga yang tak mungkin terpisahkan diantara mereka. Dan saya memposisikan diri saya sebagai orang tua mereka serta kepala tim bagi aparatur desa yang harus mampu mempunyai sifat shidiq, amanah, fathonah dan tabligh yang merupakan prinsip pada sebuah kepemimpinan yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Alloh SWT.“

Pernyataan-pernyataan diatas tersebutlah yang mungkin di kemudian hari mampu memicu semangat aparatur desa maupun masyarakat desa kadipaten untuk saling bahu membahu memajukan desa kadipaten. Seolah – olah sebuah revolusi, kades beserta para aparatur desa gencar memberdayakan masyarakat agar tercipta kelancaran dalam pembangunan hingga perkembangan ke arah kemajuan desa pun berjalan pesat dan terlihat sangat signifikan di bandingkan sebelumnya. Beberapa sektor mengalami kenaikan kualitas yang cukup baik.

Saat ini desa kadipaten kec. Kadipaten kab. Tasikmalaya menjadi salah satu desa yang diteladani di wilayah tasik utara,. Kemajuan desa terutama di sektor pendidikan, sektor pemberdayaan masyarakat dan sektor pembangunan sarana dan prasana infra struktur. Bahkan beberapa ormas menjadikan desa kadipaten sebagai salah satu pusat kegiatan mereka, ini mencerminkan kreatifitas, sikap kritis dan peran aktif masyarakat dalam mendukung pembangunan mulai meningkat dan tentunya hal ini terjadi akibat meningkatnya mutu sumber daya manusia desa tersebut.

Kemajuan di Sektor pendidikan sangat menonjol di desa kadipaten, dalam masa pemerintahan kades Dadang Rahmat AF, telah berdiri madrasah diniyah di setiap kampung, madrasah tsanawiyah dan sebuah sekolah menengah pertama negeri (SMPN). Ini sebagai bukti atas kepedulian masyarakat desa kadipaten terhadap pendidikan, sesuai dengan visi desa “dengan religius islami kadipaten bersatu untuk maju” .

“saat ini saya berupaya agar berdiri sebuah SMK di desa kami. Bukan hanya sekedar membuka akses menuju jenjang pendidikan yang lebih tinggi , tapi lebih dari itu, saya sangat berharap bila generasi penerus desa ini adalah tenaga-tenaga akademis yang juga memilki keterampilan khusus. Tentunya hal itu akan menunjang kesejahteraan masyarakat pula, karena di harapkan para tenaga akademis yang terampil tersebut mampu menciptakan wira usahawan-wira usahawan muda yang dapat menyerap tenaga kerja dan membuka peluang kerja baru bagi sekitarnya. Dan saya sangat percaya bahwa sebuah daerah akan maju bila 2% dari jumlah penduduknya adalah para wirausahawan” seru bpk. Dadang R AF

Selain sektor pendidikan dan pembangunan infra struktur yang makin meningkat, sektor pemberdayaan masyarakat  pun mengalami kemajuan yang tinggi. Terutama setelah PT. Pertamina Geothermal Energy beroperasi di wilayah karaha bodas yang notabene sebahagiannya termasuk dalam cakupan wilayah kadipaten. Tentunya hal itu menyerap tenaga kerja lokal. Belum lagi para petani yang sebelumnya hanya mengolah ladang dan kebun, kini sebagian beralih pada penanaman buah strawberry yang menjanjikan keuntungan besar. Keberhasilan Beberapa petani strawberry telah membuka kesadaran sebagian petani lainnya bahwa tanah meraka sangat potensial bagi penanaman buah strawberry. Dan hal ini selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga meningkatkan devisa desa kadipaten sendiri.

Dengan peralihan potensi pertanian dan perkebunan, masyarakat semakin termotivasi untuk lebih kreatif dan inovatif dalam pengolahan lahan mereka. Sehingga variant agroproduck di desa kadipaten semakin bertambah, dan menciptakan ragam peluang agar tidak monoton hanya menanam padi atau palawija saja seperti yang banyak kita jumpai di berbagai tempat lainnya.

“Salah satu perencanaan kami dalam perberdayaan masyarakat yaitu mengoptimalkan segenap aset yang di miliki desa ini. Dan untuk ke depannya kami berharap agar kami bisa merencanakan dan mengupayakan agar terwujud sarana rekreasi sebagai salah satu penambahan aset. Karena jika di lihat secara geografis, daerah gunung karaha bodas sangat potensial sebagai objek wisata. Jika terwujud tentunya dapat memberi peluang usaha bagi masyarakat.” Ujar Bpk.Dadang R AF

“saya sangat berharap pemerintah kab. Tasikmalaya mendukung usaha kami untuk membangun desa sebagai mana Program Bupati Tasikmalaya yaitu gerbang desa (gerakan membangun desa). Desa kadipaten adalah perbatasan kab. Tasikmalaya, otomatis desa kadipaten menjadi pintu masuk kab. Tasikmalaya. seyogyanya harus benar-benar di berdayakan karena mencerminkan kab. Tasikmalaya sendiri. Dan saya berharap pemerintah kab. Tasikmalaya memberikan perhatiannya dengan sungguh-sungguh” ujar  Kades Dadang R AF.

 

Sabtu, 08 September 2012

Jurnalis Indonesia Dari Masa Ke Masa


 
Kata Jurnalistik berasal dari bahasa latin “journal” yang berarti catatan atau pelaporan, sementara dalam bahasa prancis “djournal” berarti catatan sehari-hari. Dari berbagai definisi yang berhasil FN (Forum Nusantara) himpun, definisi jurnalistik memiliki kesamaan arti yaitu kegiatan mencari, mengumpulkan dan mengolah data yang disampaikan dalam bentuk pelaporan (berita) untuk menjadi konsumsi publik.

Sementara orang yang melakukan kegiatan jurnalistik di sebut pula jurnalist yang mencakup wartawan, reporter, editor/redaktur, kameramen, kolumnis, penulis artikel, penulis opini dan lain sebagainya. Dan paham jurnalistik atau ilmu kejurnalistikan di sebut pula jurnalisme.

Jurnalist Indonesia mengalami masa perkembangan yang panjang dari waktu ke waktu. Pada mulanya jurnalis indonesia muncul bertepatan dengan kedatangan VOC di Indonesia, media massa pertama kali muncul atas perintah Gubernur Jenderal VOC Jan Piterzoon Coen dengan nama “Memoirs de nouvelles” yang di terbitkan dalam tulisan tangan pada tahun 1615. Pada tahun 1688 mesin cetak pertama di indonesia tiba, dan pada tahun itu pula media massa mencetak koran untuk pertama kalinya dengan terbitan yang memuat  perjanjian-perjanjian antara Pemerintah Belanda dengan Sultan makasar.

Saat Raffles menjadi Gubernur jenderal di Jawa, nama “Memoir de Nouvelles” di gantikan dengan “ Bataviasche Nouvelles En Politique Raisonemnetan” yang terbitan perdananya pada tanggal  7 agustus 1774. Sejak masa itu muncul berbagai jenis media cetak dalam berbagai bahasa di indonesia yaitu; bahasa melayu, bahasa tionghoa dan bahasa belanda.

Kemudian muncullah penjajahan Jepang, pada masa itu pers indonesia yang berdiri sendiri di satukan dan di jadikan alat propaganda jepang dalam mempromosikan jepang sebagai “Pahlawan Asia Timur Raya”. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang di muat adalah rekayasa penjajah jepang dengan misi pembenaran atas “Dai Toa Senso” atau yang di sebut juga Perang Asia Timur Raya.

Setelah Hiroshima diluluh lantakan pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Abustus 1945 oleh Bom Atom seberat 5 ton yang di bawa 2 buah pesawat Amerika jenis B-29 Superfoster dari markas Amerika di Filipina, sejak itulah di mulai masa pergerakan kemerdekaan Indonesia yang di akhiri dengan pembacaan proklamasi kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Soeara Asia adalah media cetak pertama yang memuat teks proklamasi dan di ikuti surat kabar Tjahaja (bandung), Asia Raja (jakarta), Asia Baroe (semarang) dan beberapa surat kabar lainnya

Kedatangan sekutu pasca kemerdekaan membuat Indonesia mengalami gejolak Revolusi Fisik. Pada masa itulah media massa menjadi senjata utama para penggerak kemerdekaan. Hampir sebagian besar para tokoh kemerdekaan terlibat dalam kegiatan jurnalistik di antaranya; Soekarno dengan media Soeara Asia nya, Tan Malaka, Deuweus Dekker, Ki Hajar Dewantara, Mas Marco Kartodikromo, Dr. Cipto Mangunkusumo, Sosro Karsono, dan masih banyak lainnya. Dengan berpegang teguh pada semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka”, pers indonesia bergerak secara keras dan Radikal hingga beberapa wartawan terpaksa di buang ke digul dan beberapa tempat lainnya akibat di anggap merugikan pemerintahan belanda.

9 februari 1946, berkumpullah para wartawan indonesia yang bertempat di gedung museum pers solo (saat ini) dan membentuk PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang kemudian di ketuai Harmoko. Pada kongres PWI ke 16 di Padang pada Desember 1978, Harmoko mengusulkan hari lahir PWI sebagai Hari pers Indonesia. Dan ketika Harmoko menjabat menteri penerangan pada 1983 pelobian tingkat tingginya membuahkan hasil. Tahun 1985 muncullah keputusan Presiden no.5/1985 yang menetapkan hari lahir PWI sebagai Hari Pers Nasional.

Namun demikian, PWI bukanlah satu-satunya organisasi jurnalis pertama di indonesia, sebelumnya telah muncul IJB (inlandsche Journalisten Bond) yang di pelopori ki Hajar Dewantara pada 1914 di Surakarta, lalu ,muncul pula Kaoem Djournalists (1931), persatoean Djournalis Indonesia (1940) dan lainnya.

Di masa Orde lama jurnalis indonesia hanyalah sebagai alat propaganda partai-partai dan politikus-politikus dalam menjatuhkan pemerintah RI dan saingan politik mereka. Kritik dan karangan yag dimuat terlampau sarkasme hingga cenderung melampaui batas-batas kesopanan dan menyalahgunakan kebebasan pers.

Sementara pada masa orde baru pers indonesia mengalami penekanan dan pembungkaman. Kebebasan berpikir, berkumpul, berserikat dan menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan sesuai UUD 1945 pasal 28 hanyalah kiasan belaka. Pada kenyataannya pers indonesia di suguhi penjegalan dan pembredelan oleh Soeharto dan rezim orde barunya. Hingga Muncullah gejolak Reformasi yang di usung para Mahasiswa untuk melengserkan Suharto dan Rezim orde barunya dari Tahta Indonesia. Pasca reformasi atas jasa presiden BJ Habibie yang secara otomatis menggantikan Suharto yang lengser pada masa itu, pers Indonesia bisa bernafas lega dengan dikeluarkannya UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang menjamin kebebasan Pers dan Kemerdekaan dalam menerbitkan dan mensiarkan.

Pers Indonesia mengalami suka duka dari masa ke masa. Pers indonesia pula menjadi saksi sejarah berdirinya Tanah Air pusaka ini, bahkan secara langsung dan tidak langsung pers indonesia pun turut merintis kemerdekaan negara Republik ini. Kini setelah begitu banyak nyawa melayang, begitu banyak darah terbuang agar bendera pers indonesia tetap berkibar, di masa kejayaan pers Indonesia yang tak lagi di hantui pembredelan, masihkan kita rela segelintir orang menyalahgunakan kebebasan pers hanya dengan berbekal legalitas dan senjata kontrol sosial ??? masihkan kita rela dunia Pers Indonesia di cemari oknum-oknum tak bertanggung jawab??? Dan masihkah kita akan membiarkan informasi publik di tutup-tutupi dan masyarakat Indonesia di liputi kebohongan sementara sebagai guru bangsa kita berkoar tentang PERS TURUT MENCERDASKAN BANGSA ???  saat ini begitu mudah menjadi jurnalis, namun sudahkah anda memantapkan hati, menyatukan langkah menjunjung keterbukaan publik demi Indonesia??? Karena jika tidak, sia-sia lah legalitas jurnalis yang anda gembar-gemborkan ! lalu untuk apa anda jadi jurnalis?? Tanyalah pada diri anda sendiri !! jurnalisme bukan muncul dalam teori, tapi dalam kinerja profesional yang dilakukan hati !! karena jurnalisme akan muncul setelah anda memantapkan hati demi satu kata “PENGABDIAN” !!!

 

(Galih Susanto Kurniawan)